Thursday 23 April 2015

TAT TWAM ASI

Sebagai Umat Hindu, tentu saja kita sering mendengar istilah “Tat Twam Asi”. Secara etimologi, Tat Twam Asi berasal dari bahasa Sanskerta yang terdiri dari tiga kata, yakni Tat, Twam, dan Asi. “Tat” merupakan kata penunjuk, “itu”. “Twam” artinya “engkau”, dan “Asi” mempunyai arti “adalah”. Dengan demikian, Tat Twam Asi dapat diartikan sebagai itu adalah engkau, atau sering disebut juga sebagai aku adalah engkau.
Konsep Tat Twam Asi sendiri tersurat dalam Chandogya Upanisad, yang mana mengisahkan bahwa ada seorang anak bernama Svetaketu yang merupakan murid sekaligus putra dari Uddalaka yang merasa sombong dan menganggap dirinya paling hebat karena telah membaca Veda dan merasa telah mengenal Tuhan.  Pada akhirnya, Svetaketu disadarkan oleh ayahnya bahwa realitas tersebut tunggal adanya dan tidak terpecah-pecah. Begitu pula dengan manusia dan alam yang juga merupakan satu kesatuan dengan Tuhan.
Tat Twam Asi merupakan intisari dari ajaran Upanisad  yang menjelaskan bahwa manusia bukanlah suatu entitas yang terpisah dengan Tuhan dan alam semesta, namun merupakan satu kesatuan. Hal ini sangatlah jelas karena antara Brahman (Paramātman) dan Atman perseorangan (Jivātman) sesungguhnya sama. Seperti yang kita ketahui bahwa Atman merupakan percikan dari Brahman yang juga mempunyai unsur serta kualitas yang sama dengan Brahman, hanya saja ada yang membedakan, yakni ketika Atman tersebut lahir ke dunia karena Atman yang telah lahir ke dunia telah diliputi oleh Guna (Sattwam, Rajas, Tamas) dan terpengaruh oleh maya.

Frasa Tat Twam Asi seolah menjadi pengingat bagi kita bahwa setiap makhluk hidup boleh berbeda-beda, namun jiwa yang menghuni di dalamnya adalah sama, yaitu atman. Dari konsep ini, dapat disimpulkan bahwa hendaknya kita sebagai manusia harus saling menghormati. Tak hanya  sesama manusia, akan tetapi juga alam semesta. Dengan demikian, kita akan dapat memahami akan hakikat Realitas yang Tunggal, yakni Brahman.

Wednesday 12 November 2014

Hidup dan Luka

Tiga bulan yang lalu ketika saya meninggalkan Jakarta, saya pergi dengan begitu banyak luka yang mungkin sampai saat ini masih tersimpan dan membekas. Batin saya lelah, saya seperti merasakan sebuah kegersangan dalam hidup saya, jiwa saya serasa mati. Mungkin karena begitu banyak cerita dan kenangan yang telah saya lewati disana. Ada kalanya saya mengenang masa-masa indah bersama teman-teman yang selama kurang lebih dua tahun mewarnai kehidupan saya disana. Mungkin keputusan yang saya ambil memang terbilang nekat, akan tetapi ada saatnya kita memang dihadapkan oleh kenyataan yang sulit dan inilah keputusan saya.
Mungkin banyak diantara orang-orang terdekat saya yang menyayangkan keputusan saya ini, terasa begitu panjang ketika saya harus menjalani kehidupan yang baru lagi, memulai segalanya dari nol, mengulang kembali masa-masa yang pernah saya jalani sebelumnya namun dalam suasana yang berbeda. Awalnya memang berat saya melangkahkan kaki, tapi memang inilah yang harus saya jalani sekarang dengan kondisi yang jauh bahkan sangat jauh dari sebelumnya dan lagi-lagi saya harus bisa menerima kenyataan bahwa kemarin itu hanya "selingan" hidup yang harus saya lewati. Sejauh ini, saya memang masih belum merasa sreg dengan hidup saya yang baru ini, akan tetapi sedikit demi sedikit saya merasakan bahwa inilah hidup saya yang sesungguhnya. Saya merasa kembali menemukan sesuatu yang pernah hilang, sesuatu yang seharusnya dari dulu saya dapatkan.
2 tahun yang pernah saya lewati di Jakarta memang memberi begitu banyak pelajaran tentang hidup, bagaimana saya harus bertahan dan melewati segala hiruk-pikuk Ibu Kota. Terlalu sulit ketika saya harus benar-benar memutuskan saya harus meninggalkan Ibu Kota, hingga pada akhirnya saya sampai pada keputusan yang bulat. Saya ingat akan sebuah pesan yang disampaikan seorang Guru kepada saya jika seringkali Tuhan memberi apa yang kita butuhkan, bukan apa yang kita inginkan. Hal itulah yang sedikit banyak membuka mata hati saya dan berpikir bahwa dua tahun itu mungkin suatu hal yang Tuhan berikan karena saya membutuhkannya meskipun dengan waktu dan cara yang singkat.

Friday 14 February 2014

Kelud dan Semburannya

Kamis, 13 Februari 2014 sekitar pukul 22.50 WIB, Gunung Kelud yang berada tepat diantara perbatasan tiga Kabupten di Jawa Timur yakni Malang, Blitar, dan Kediri mengalami erupsi. Gunung Kelud (sering disalahtuliskan menjadi Kelut yang berarti "sapu" dalam bahasa Jawa; dalam bahasa Belanda disebut Klut, Cloot, Kloet, atau Kloete) termasuk dalam tipe stratovulkan dengan karakteristik letusan eksplosif.
Seperti banyak gunung api lainnya di Pulau Jawa, Gunung Kelud terbentuk akibat proses subduksi lempeng benua Indo-Australia terhadap lempeng Eurasia. Sejak tahun 1300 Masehi, gunung ini tercatat aktif meletus dengan rentang jarak waktu yang relatif pendek (9-25 tahun), menjadikannya sebagai gunung api yang berbahaya bagi manusia.
Ilustrasi Erupsi Gunung Kelud (2014)

Kekhasan gunung api ini adalah adanya danau kawah (hingga akhir tahun 2007) yang membuat lahar letusan sangat cair dan membahayakan penduduk sekitarnya. Akibat aktivitas tahun 2007 yang memunculkan kubah lava, danau kawah nyaris sirna dan tersisa semacam kubangan air.

LEGENDA
Ilustrasi

Letusan Gunung Kelud inipun oleh masyarakat sekitar kerap dikaitkan dengan legenda perseteruan Penguasa kerajaan Majapahit, Raja Brawijaya dengan Lembu Sura, seorang pemuda yang digambarkan berkepala lembu.
Warga meyakini, letusan gunung tersebut terkait dengan dendam Lembu Sura. Dikisahkan, Raja Brawijaya mempunyai seorang putri yang cantik yaitu Dyah Ayu Pusparani. Banyak raja dan pangeran yang melamar untuk dijadikan permaisuri.
Prabu Brawijaya bingung memilih calon menantu dan akhirnya mengadakan sayembara. Barangsiapa bisa merentang busur sakti Kyai Garodayaksa dan sanggup mengangkat gong Kyai Sekardelima, dialah yang berhak menikah dengan Putri Pusparani.
Lembu Sura pun akhirnya mengikuti sayembara tersebut. Dia berhasil merentang busur dan mengangkat gong yang sangat besar itu dengan mudah.
Raden Lembu Sura atau yang dikenal juga dengan Raden Wimba pun dinilai berhak menikah dengan Dyah Ayu Pusparani. Sayang, Pusparini enggan menikah dengan Lembu Sura lantaran, pemuda berkepala lembu itu.
Pusparini pun kembali, memberikan syarat kepada Lembu Sura bila ingin menikahinya. Dia diperintahkan membuat sumur di Puncak Gunung Kelud. "Buatkan aku sumur di puncak Gunung Kelud. Air sumur itu akan kita pakai mandi berdua setelah selesai upacara perkawinan,” pinta Pusparini pada Lembu Sora.
Saking sayangnya kepada Pusparini, permintaan tersebut pun dikabulkan. Dengan tanduknya, Lembu Sura menuju puncak Gunung Kelud. Saat menggali sumur cukup dalam itulah, Pusparini kembali mengeluh kepada ayahandanya, Brawijaya. Pusaparini menolak menikah dengan Lembu Sura.
Brawijaya tidak bisa menolak permintaan anaknya itu, hingga akhirnya dia memerintahkan pasukan untuk mengubur Lembu Sura yang sedang menggali sumur di Puncak Kelud. Lembu Sura tertimbun tanah.
Sebelum dia meninggal, Lembu Sura mengancam Prabu Brawijaya. Dia menilai Raja Majapahit itu telah mengkhianatinya. “Ingatlah, setiap dua windu (16 tahun) sekali aku akan merusak tanahmu dan seluruh yang hidup di kerajaanmu."
Sampai sekarang, setiap Gunung Meletus, warga menganggap hal itu adalah amukan Lembu Sura untuk membalas dendam.

PERJALANAN PANJANG
Gunung Kelud

a.       1586
Sejak abad ke-15, Gunung Kelud telah memakan korban lebih dari 15.000 jiwa. Letusan gunung ini pada tahun 1586 merenggut korban lebih dari 10.000 jiwa. Sebuah sistem untuk mengalihkan aliran lahar telah dibuat secara ekstensif pada tahun 1926 dan masih berfungsi hingga kini setelah letusan pada tahun 1919 memakan korban hingga ribuan jiwa akibat banjir lahar dingin menyapu pemukiman penduduk.
Pada abad ke-20, Gunung Kelud tercatat meletus pada tahun 1901, 1919 (1 Mei), 1951, 1966, dan 1990. Pola ini membawa para ahli gunung api pada siklus 15 tahunan bagi letusan gunung ini. Memasuki abad ke-21, gunung ini erupsi pada tahun 2007, 2010, dan 2014. Perubahan frekuensi ini terjadi akibat terbentuknya sumbat lava di mulut kawah gunung.

b.      1907
Gunung Kelud 1901 (wikipedia.org)

Letusan ini termasuk yang paling mematikan karena menelan korban 5.160 jiwa , merusak sampai 15.000 ha lahan produktif karena aliran lahar mencapai 38 km, meskipun di Kali Badak telah dibangun bendung penahan lahar pada tahun 1905. Selain itu Hugo Cool pada tahun 1907 juga ditugaskan melakukan penggalian saluran melalui pematang atau dinding kawah bagian barat. Usaha itu berhasil mengeluarkan air 4,3 juta meter kubik.
Karena letusan inilah kemudian dibangun sistem saluran terowongan pembuangan air danau kawah, dan selesai pada tahun 1926. Secara keseluruhan dibangun tujuh terowongan. Pada masa setelah kemerdekaan dibangun terowongan baru setelah letusan tahun 1966, 45 meter di bawah terowongan lama. Terowongan yang selesai tahun 1967 itu diberi nama Terowongan Ampera. Saluran ini berfungsi mempertahankan volume danau kawah agar tetap 2,5 juta meter kubik.

c.       1990
Gunung Kelud 1919 (wikipedia.org)

Letusan 1990 berlangsung selama 45 hari, yaitu 10 Februari 1990 hingga 13 Maret 1990. Pada letusan ini, Gunung Kelud memuntahkan 57,3 juta meter kubik material vulkanik. Lahar dingin menjalar sampai 24 kilometer dari danau kawah melalui 11 sungai yang berhulu di gunung itu. Letusan ini sempat menutup terowongan Ampera dengan material vulkanik. Proses normalisasi baru selesai pada thaun 1994.

d.      2007
Aktivitas gunung ini meningkat pada akhir September 2007 dan masih terus berlanjut hingga November tahun yang sama, ditandai dengan meningkatnya suhu air danau kawah, peningkatan kegempaan tremor, serta perubahan warna danau kawah dari kehijauan menjadi putih keruh. Status "awas" (tertinggi) dikeluarkan oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi sejak 16 Oktober 2007 yang berimplikasi penduduk dalam radius 10 km dari gunung (lebih kurang 135.000 jiwa) yang tinggal di lereng gunung tersebut harus mengungsi. Namun letusan tidak terjadi.
Setelah sempat agak mereda, aktivitas Gunung Kelud kembali meningkat sejak 30 Oktober 2007 dengan peningkatan pesat suhu air danau kawah dan kegempaan vulkanik dangkal. Pada tanggal 3 November 2007 sekitar pukul 16.00 suhu air danau melebihi 74 derajat Celsius, jauh di atas normal gejala letusan sebesar 40 derajat Celsius, sehingga menyebabkan alat pengukur suhu rusak. Getaran gempa tremor dengan amplitudo besar (lebih dari 35mm) menyebabkan petugas pengawas harus mengungsi, namun kembali tidak terjadi letusan.
Akibat aktivitas tinggi tersebut terjadi gejala unik dalam sejarah Kelud dengan munculnya asap tebal putih dari tengah danau kawah diikuti dengan kubah lava dari tengah-tengah danau kawah sejak tanggal 5 November 2007 dan terus "tumbuh" hingga berukuran selebar 100 m. Para ahli menganggap kubah lava inilah yang menyumbat saluran magma sehingga letusan tidak segera terjadi. Energi untuk letusan dipakai untuk mendorong kubah lava sisa letusan tahun 1990.
Sejak peristiwa tersebut aktivitas pelepasan energi semakin berkurang dan pada tanggal 8 November 2007 status Gunung Kelud diturunkan menjadi "siaga" (tingkat 3).
Danau kawah Gunung Kelud praktis "hilang" karena kemunculan kubah lava yang besar. Yang tersisa hanyalah kolam kecil berisi air keruh berwarna kecoklatan di sisi selatan kubah lava.

e.       2014
Erupsi tahun 2014

Peningkatan aktivitas Gunung Kelud mulai terjadi di akhir tahun 2013. Pada 10 Februari 2014, Gunung Kelud dinaikkan statusnya menjadi Siaga dan kemudian Awas pada 13 Februari 2014 pukul 21.15 WIB. Erupsi tipe eksplosif seperti pada tahun 1990 (pada tahun 2007 tipenya efusif, yaitu berupa aliran magma) diprediksikan akan terjadi setelah hujan kerikil yang cukup lebat dirasakan warga di wilayah Kecamatan Ngancar, Kediri, Jawa Timur, lokasi tempat gunung berapi yang terkenal aktif ini berada, bahkan hingga kota Pare, Kediri. Wilayah Wates dijadikan tempat tujuan pengungsian warga yang tinggal dalam radius sampai 10 kilometer dari kubah lava menurut rekomendasi dari Pusat Vulkanologi, Mitigasi, dan Bencana Geologi (PVMBG). Gemuruh aktivitas gunung juga sesekali terdengar hingga wilayah Kabupaten Jombang. Dampak berupa abu vulkanik pada tanggal 14 Februari 2014 dini hari dilaporkan warga telah mencapai Kabupaten Ponorogo. Debu abu vulkanik mengarah ke arah Barat Jawa, dan dilaporkan sudah mencapai Kabupaten Ciamis dan Bandung Di daerah Madiun dan Magetan jarak pandang untuk pengendara kendaraan bermotor atau mobil hanya sekitar 3-5 Meter karena turunnya abu vulkanik dari letusan Gunung Kelud tersebut sehingga banyak kendaraan bermotor yang berjalan sangat pelan-pelan . Di sisi lain banyak pengguna kendaraan atau warga di sekitar Kota Madiun yang terganggu akibat Erupsi tersebut.
Letusan 2014 telah dideteksi oleh PVMBG dan ditanggapi dengan peningkatan status menjadi Waspada (level II). Pada tanggal 10 Februari status meningkat menjadi Siaga (Level III), dan persiapan-persiapan mengenai kebencanaan telah mulai dilakukan. Kawasan seputar 5 km dari titik puncak kawah telah disterilkan dari kegiatan manusia. Pada tanggal 13 Februari pukul 21 diumumkan status bahaya tertinggi, Awas (Level IV), sehingga radius 10 km dari puncak harus dikosongkan dari manusia. Belum sempat pengungsian dilakukan, pada pukul 22.50 telah terjadi letusan tipe ledakan (eksplosif).
Suara ledakan dilaporkan terdengar hingga kota Solo dan Yogyakarta (200 km), bahkan Purbalingga (lebih kurang 300 km), Jawa Tengah.

Monday 10 February 2014

Mimpi Hidup Ikhlas

Semua orang pasti punya mimpi dalam hidupnya, namun tak semua orang dapat meraihnya. Adakalanya mimpi itu terwujud, tertunda, atau bahkan takkan pernah tercapai. Memang, semua itu tak terlepas dari karma kita, meski begitu setidaknya manusia tetap berusaha, walaupun terkadang pada akhirnya semua hanya sia-sia belaka.
Tak mudah memang ketika kita menghadapi kenyataan yang tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan, tapi setidaknya kita dapat belajar suatu hal yang bernama 'ikhlas' dari sana. Ya, ikhlas..
Dengan kita ikhlas, bukan berarti kita pasrah dengan apa yang terjadi, karena ikhlas berarti belajar untuk bersabar dan menerima keadaan, serta tidak berlarut-larut lebih dalam.
Pada awalnya, belajar ikhlas memang sulit. Namun, apabila kita terbiasa, pasti akan terasa sangat mudah. Selain itu, ikhlas harus dimulai dari hal yang paling kecil, misalnya saja mengikhlaskan sebuah pensil yang hilang. Harganya memang tak seberapa, tapi seringkali kita ngomel-ngomel jika pensil kita hilang. Tanpa kita sadari, itulah salah satu hal yang bisa membuat kita belajar untuk lebih bersabar dalam mengikhlaskan hal-hal yang lebih besar lagi.
Sering tidak kita sadari bahwa hal paling kecil dapat membuat kita terlatih untuk hal-hal yang besar. Ikhlas sendiri merupakan salah satu modal kita untuk menjalani sebuah kehidupan yang tak pernah kita duga. Ikhlas jugalah yang mendasari kita dalam menghadapi hal-hal yang tak sesuai dengan apa yang kita rencanakan.
Tak salah memang mereka yang mengatakan bahwa hidup itu butuh proses, tak bisa instan. Lah wong Tuhan saja menciptakan semesta raya dengan njelimet  apalagi makhluknya.
Hal itu juga yang saya alami, hingga pada akhirnya saya ingat akan sebuah nasehat yang pernah disampaikan oleh guru saya. Dimana keikhlasan haruslah dimulai dari hal yang paling kecil, paling sepele itu tadi, dan kini saya sadar bahwa hidup tidak melulu tentang mimpi kita, apa yang ingin kita raih, dan seperti apa yang kita inginkan. Kita perlu menyadari bahwa Tuhan sebagai sutradaralah yang berhak menentukan alur cerita. Begitu pentingnya andil Tuhan hingga mau tidak mau, suka tidak suka saya harus menekan ego dalam diri secara maksimal dengan berpikir bahwa jalan yang diberi Tuhan lebih baik dari apa yang kita rencanakan, perhaps. Yaa.. disamping ada alasan lain, untuk Tuhan memilih cerita yang berbeda.
Pikiran itulah yang kemudian menyirep saya dan membuat saya mengerti tentang hidup yang sesungguhnya, membuat saya bisa menjadi lebih bersikap dewasa (mungkin hanya perasaan saya sendiri). Rasa legowo itu kemudian perlahan-lahan muncul dengan sendirinya seiring cerita yang semakin berubah, semakin panjang, dan rumit.
Itulah hidup, meskipun ada prinsip let it flow, tapi tak perlu mainstream-mainstream banget. Hidup, menyimpan berjuta-juta trilyun makna, tinggal kita saja bagaimana menyikapinya dan menjadikannyasebagai sebuah tonggak untuk berdiri dan berlari menggapai matahari. J

Tuesday 7 January 2014

Berplesir Ke Pura Gunung Salak

Excecutive 2012 STAH Dharma Nusantara Jakarta di Pura Parahyangan Agung Jagatkartha Gunung Salak

Sabtu, 21 Desember 2012, kami mahasiswa semester tiga Eksekutif STAH Dharma Nusantara Jakarta melakukan kegiatan Dharma Yatra sekaligus mekemit ke sebuah Pura di kaki Gunung Salak Bogor, yaa... Pura Parahyangan Agung Jagatkartha. Namun sayang sekali, dalam perjalanan religi perdana kami ini tidak semua teman sekelas kami yang bisa ikut.
Kami menempuh perjalanan kesana usai melaksanakan perkuliahan sekitar jam 18.00 WIB dengan menggunakan 2 buah mobil untuk 15 orang. Di tengah-tengah perjalanan, kami berhenti sejenak untuk sekedar mengganjal perut kami di sebuah warung pecel di sekitaran Bogor.

makan-makan

Setelah kami merasa cukup kenyang, kami bergegas untuk melanjutkan perjalanan agar tidak kemalaman untuk tiba disana. Beruntung kondisi lalu lintas tidak begitu macet, sehingga kami tiba di kawasan Pura sekitar pukul 22,00 WIB.
Kami segera turun dari mobil dan mengangkut barang-barang yang kami bawa dari rumah. Ketika keluar dari mobil, kondisi cuaca yang lumayan cukup dingin mengingatkan saya dengan kampung halaman. 
tiba di lokasiiii... :D
Lanjuuutt... Kami langsung naik ke pelataran dan segera membersihkan diri. Ada yang mandi, ada yang hanya sekedar membasuh muka dan mencuci tangan, serta kaki karena tidak tahan dengan dinginnya udara puncak.
udah selesai bersih-bersih, udah pada cantik, narsis dulu sebelum sembahyang 
Usai membersihkan diri, kami bergegas untuk sembahyang di pura Melanting terlebih dahulu sebelum sembahyang di Pura Parahyangan Agung Jagatkartha.
Wayan Dharma dan Mbak Indri Ready to Pray
Kami melanjutkan sembahyang di Pura atas sekitar pukul 00.00 WIB, tepaaaattt waktu yang dinanti-nanti. Cuaca malam yang semakin menusuk tulang kala itu tidak mengurungkan niat kami untuk tidak konsentrasi dalam melantunkan puja dan puji kehadirat Sang Hyang Widhi Wasa.
sebelum sembahyang narsis dulu aaaahhh wkwk
Johini, Gustu, dan Linda 
Pak Made tak mau ketinggalan moment niiihh hehee
Setelah selesai kami langsung turun dan mencari tempat untuk beristirahat, kami mondar mandir untuk mencari tempat yang kiranya nyaman dapat untuk melepas lelah.
pada pules kecapekan dan kedinginan
Keesokan harinya, pagi yang diselimuti kabut tebal dan rerintik air hujan mengiringi kami untuk kembali ke Jakarta. Sebelum kembali, kami melaksanakan sembahyang terlebih dahulu agar dapat selamat dan dapat kembali melaksanakan kewajiban kami sebagai seorang sisya.


*THE END*








Thursday 24 January 2013


BHUWANA AGUNG DAN BHUWANA ALIT

Teori proses penciptaan alam semesta beserta isinya ini disebut dengan “Srsti” atau siang hari Brahman. Sedangkan ketika ala mini meniada disebut dengan “Pralaya” atau “Brahmanakta” (malam hari Brahman). Tentang kapan alam semesta ini tercipta sangat sulit dipastikan mengingat keterbatasan kemampuan manusia. Beberapa ilmuwan dan peneliti mencoba untuk membuat teori tentang penciptaaan tetapi tidak satupun dapat memastikan kapan alam raya ini tercipta. Menurut Hindu sendiri teori penciptaan tentang alam semesta ini banyak diuraikan mulai dari alam semesta ini dalam keadaan tidak pernah ada, lalu ada, kemudian tidak ada lagi, demikian seterusnya berulang-ulang.

A.   Bhuwana Agung

a.  Pengertian
Bhuwana Agung terdiri dari dua kata yaittu “Bhuwana” dan “Agung”. Bhuwana artinya dunia, alam, loka atau jagat. Agung berarti besar atau raya. Jadi Bhuwana Agung artinya alam semesta (macrocosmos) atau Brahmanda.

b.  Proses terjadinya Bhuwana Agung
Alam semesta ini berasal dari Bhatara Siwa (Rudra) dimulai dari unsure yang paling halus / gaib menjadi lebih kasar / nyata. Ada 12 tahap proses penciptaan Bhuwana Agung yang disebut dengan “Tattwa Rwawelas”, diantaranya :
·         Bhatara Siwa (Rudra)
·         Sang Purusa (Brahma)
·         Awyakti (Wisnu)
·         Budhi yang bersifat Sattwa
·         Ahamkara yang bersifat Rajas
·         Panca Tan Matra yang bersifat Tamas
·         Manah
·         Akasa
·         Bayu
·         Agni
·         Apah
·         Prthiwi
Berawal dari kekuatan tapa-Nya, Purusa (unsure kejiwaan/rohani) dan Prakerti (unsure kebendaan/jasmani). Purusa dan prakerti adalah zat yang sangat halus (Citta) yang dipengaruhi kekuatan Tri Guna (Sattwam, Rajas, dan Tamas) sehingga terciptalah Buddhi, Manah, dan Ahamkara. Kemudian terciptalah Dasendriya oleh kekuatan tapa Brahman , sehingga muncul kemudian Panca Tan Matra (5 unsur yang bersifat halus. Dari Panca Tan Matra kemudian munculah Panca Maha Bhuta (5 unsur yang bersifat kasar). Panca Maha Bhuta kemudian berevolusi menjadi Brahmanda-Brahmanda yang ada di Bumi yang berlapis-lapis ini.
      Lapisan jagat raya ini disebut “Sapta Loka” yang terdiri dari :
a.       Bhur Loka (alam manusia)
b.      Bhuwah Loka (alam para leluhur/pitra)
c.       Swah Loka (alam para Dewa)
d.      Maha Loka
e.       Jana Loka
f.       Tapa Loka
g.      Satya Loka ( Nirgunan Brahman/ ruang vakum)
Ada juga lapisan menuju inti Bumi atau “Kalagni Rudra” yang disebut “Sapta Patala” yang terdiri dari:
a.       Atala
b.      Vitala
c.       Sutala
d.      Talatala
e.       Mahatala
f.       Rasatala
g.      Patala

c.  Unsure-unsure Bhuwana Agung

1.      Sang Hyang Widhi : berkeadaan sunya, sepi, mutlak/absolute, kekal abadi, abstrak
2.      Tapa : pemusatan pikiran
3.      Sang Purusa (Brahma) : benih kehidupan yang bersifat “Nitya”, tidak dapat ditangkap dengan indriya dan tidak dapat dibayangkan (inangen-angen)
4.      Awyakta (Wisnu) : asas material kebendaan tanpa kejiwaan (Pradana/Prakerti)
5.      Buddhi : bersifat Sattwam, merupakan asas intelegensi dari kesadaran
6.      Ahamkara : bersifat rajas, merupakan asas individualis
7.      Manah : untuk berpikir
8.      Panca Tan Matra : lima benih unsure yang sangat halus, terdiri dari:
·         Sabda Tan Matra : benih suara
·         Rupa Tan Matra : benih ruupa
·         Rasa Tan Matra : benih Rasa
·         Gandha Tan Matra : benih bau
·         Sparsa Tan Matra : benih sentuhan
9.      Panca Maha Bhuta : lima unsure yang lebih kasar, terdiri dari:
·         Akasa /Eter (Sparsa dan Sabda)
·         Bayu/Angin (Sparsa dan Sabda)
·         Teja/Panas (Sabda dan rupa)
·         Apah/Air (Sabda, Sparsa, Rupa, Rasa)
·         Prthiwi/Padat (kelima unsure Tan Matra)

B.   Bhuwana Alit

a. Pengertian
Bhuwana Alit adalah alam kecil, isi dari alam semesta ini yang terdiri dari manusia, hewan, tumbuhan, serta makhluk lainnya.
            Dalam Sveta Svatara Upanisad dijelaskan :
“Rudra setelah menciptakan bumi dengan segala isinya lalu member tangan kepada manusia dan memberi sayap kepada burung-burung beliau juga menjadi mata dari segala makhluk menjadi wadah/muka semua makhluk, menjadikan tangan dari semua makhluk bahkan menjadi kaki dari semua makhluk.

b. Proses terjadinya Bhuwana Alit
Setelah Sang Hyang Widhi menciptakan alam semesta ( Bhuwana Agung), maka beliau berkehendak untuk menciptakan segala isinya. Makhluk hidup diciptakan dari yang terendah sampai dengan makhluk hidup yang tertinggi. Makhluk hidup yangdiciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa setelah terciptanya alam semesta ini di bagi menjadi 3 kelompok besar, yaitu:

1.       Eka Pramana, yakni makhluk hidup yang memiliki 1 kekuatan dalam hidupnya, yaitu Bayu. Makhluk ini disebut dengan “Sthawara” atau makhluk yang tidak dapat berpindah-pindah seperti tumbuh-tumbuhan. Bangsa Sthawara diantaranya:
Ø  Trana (bangsa rumput)
Ø  Lata (tumbuhan menjalar)
Ø  Taru (bangsa semak dan pepohonan)
Ø  Gulma (batang dalam berongga)
Ø  Janggama (tumbuhan yang hidupnya menumpang)

2.      Dwi Pramana, makhluk hidup yang memiliki 2 kekuatan yakni Bayu dan Sabda disebut Satwa/Sato.
Ø  Swedaya (binatang bersel satu)
Ø  Andaya (bangsa binatang bertelur)
Ø  Jarayudha (binatang menyusui)

3.      Tri Pramana, makhluk yang memiliki 3 kekuatan yaitu Sabda, Bayu, dan Idep. Manusia adalah makhluk yang paling sempurna karena telah memiliki pikiran. Klasifikasinya adalah sebagai berikut:
Ø  Nara Mega (manusia binatang)
Ø  Wamana (manusia kerdil)
Ø  Jatma (manusia paling sempurna)
Jenis-jenis manusia antara lain:
Ø  Manusia laki-laki (Purusa)
Ø  Manusia perempuan (Pradana)

Manusia sebagai makhluk tertinggi kelahirannya mengalami siklus yang panjang. Bayi yang ada dalam kandungan adalah berkat bertemunya Kama Petak/Sukla dan Kama Bang/Swanita. Kama petak adalah sel laki-laki/sperma yang disimbulkan dengan Sang Hyang Semara. Sedangkan Kama Bang adalah sel wanita/telur/ovumyang disimbulkan dengan Dewi Ratih. Dalam lontar Anggastyaprana disebutkan bahwa pertemuan antara Kama Petak dan Kama Bang disebut dengan Sang Ajursulang hingga membentuk zygote yang kemudian mengalami proses pertumbuhan dalam rahim sehingga lahirlah bayi “Bhuwana Alit”.
            Lahir sebagai manusia merupakan anugerah yang sangat besar dan merupakan wujud yang sangat mulia, sehingga hendaknya kita mensyukurinya.

c. Unsur-unsur Bhuwana Alit
Bhuwana Alit - Bhuwana Agung             Purusa             +                 Prakerti
                                                      Jiwatman/Sukma Sarira       Badan Kasar/Sthula Sarira
A. Sthula Sarira
1. Dasendriya, terdiri dari :
Ø  Panca Budhindriya : 5 macam indriya untuk mengetahui sesuatu.
·         Caksuindriya (mata)
·         Srotendriya (telinga)
·         Ghranendriya (hidung)
·         Jihwendriya (lidah)
·         Twakendriya (kulit)

Ø   Panca Karmendriya : indriya yang berfungsi untuk melakukan sesuatu.
·         Panindriya (tangan )
·         Padendriya (kulit)
·         Garbhendriya (perut)
·         Upasthendriya/Bhagendriya (kelamin pada laki-laki dan perempuan)
·         Payuindriya (anus)

2. Panca Tan Matra
Ø  Sabda Tan Matra : rongga dada, rongga mulut
Ø  Sparsa Tan Matra : nafas, udara
Ø  Rupa Tan Matra : panas badan (suhu), sinar mata
Ø  Rasa Tan Matra : darah, lemak, kelenjar empedu
Ø  Gandha Tan Matra : tulang, otot, daging

3. Unsure-unsure lain

Ø  Sad Kosa : enam lapis pembungkus Sthula Sarira manusia, terdiri dari :
·         Asti (tulang)
·         Odwad (otot)
·         Mamsa (daging)
·         Rudhira (darah)
·         Carma (kulit)

Ø  Dasa Bayu/Dasa Prana : 10 macam udara badan, terdiri dari :
·         Prana (udara paru-paru)
·         Samana (udara pencernaan)
·         Apana (udara pantat)
·         Udana (udara kerongkongan)
·         Byana (udara yang menyebar ke seluruh tubuh)
·         Naga (udara perut)
·         Kumara (udara yang keluar dari badan, tangan, dan jari)
·         Krakara (udara saat bersin)
·         Dewadatta (udara saat menguap)
·         Dananjaya (udara member makan pada badan)

B. Suksma Sarira

Ø  Panca Maya Kosa, terdiri dari :
·         Anamaya Kosa ( pembungkus dari sari makanan)
·         Pranamaya Kosa (pembungkus dari nafas)
·         Vijnanamaya Kosa (pembungkus dari sari pengetahuan)
·         Manomaya Kosa (pembungkus dari sari pikiran)
·         Anandamaya Kosa (pembungkus dari sari kebahagiaan)


C. Pralaya Bhuwana Agung dan Bhuwana Alit

Ketika alam semesta ini meniada disebut “Pralaya” atau Brahmanakta (malam hari Brahma. Berdasarkan pendekatan Agama, Bhuwana Agung dan Bhuwana Alit diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa yang bergelar Rudra dan juga akan dikembalikan pada asalnya oleh beliau.
            Masa penciptaan (Srsti) sampai dengan masa Pralaya disebut dengan satu Kalpa/satu hari Brahma yang berkisar antara 432 juta tahun atau disebut juga dengan 1 tahun Tuhan.
            Gambaran terjadinya Pralayadapat dinyatakan sebagai berikut:
“Hancurnya ikatan kesatuan api/matahari (teja) lalu menyebar ke seluruh ruangan besar yang mengakibatkan udara menjadi panas dan terus membara yang mengakibatkan air (apah) menguap dan habis. Maka semua makhluk hidup akan hancur. Zat logam atau batu (prthwi) di bumi maupun yang ada di planet-planet lain akan hancur mencair dan menguap oleh panas yang dahsyat. Kemudian  Panca Maha Bhuta akan kembali menjadi atom-atom dalam wujud yang amat samgat kecil.”



            D. Hubungan Bhuwana Agung dan Bhuwana Alit

                        Bhuwana Agung dan Bhuwana Alit saling berhubungan erat antar satu dengan yang lainnya. Diantaranya adalah sebagai berikut :
·         Sama-sama diciptakan oleh Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Dimana keduanya diciptakan pada masa Srsti dan akan berakhir pada masa Pralaya.
·         Memiliki unsure-unsure yang sama meskipun ada perbedaan waktu dalam proses penciptaannya.
·         Keduanya saling melengkapi, dimana Bhuwana Alit hidipnya sangat tergantung pada Bhuwana Agung itu sendiri, begitu pula sebaliknya, Bhuwana Alitpun juga harus menjaga dan merawat Bhuwana Agung.