Wednesday 12 November 2014

Hidup dan Luka

Tiga bulan yang lalu ketika saya meninggalkan Jakarta, saya pergi dengan begitu banyak luka yang mungkin sampai saat ini masih tersimpan dan membekas. Batin saya lelah, saya seperti merasakan sebuah kegersangan dalam hidup saya, jiwa saya serasa mati. Mungkin karena begitu banyak cerita dan kenangan yang telah saya lewati disana. Ada kalanya saya mengenang masa-masa indah bersama teman-teman yang selama kurang lebih dua tahun mewarnai kehidupan saya disana. Mungkin keputusan yang saya ambil memang terbilang nekat, akan tetapi ada saatnya kita memang dihadapkan oleh kenyataan yang sulit dan inilah keputusan saya.
Mungkin banyak diantara orang-orang terdekat saya yang menyayangkan keputusan saya ini, terasa begitu panjang ketika saya harus menjalani kehidupan yang baru lagi, memulai segalanya dari nol, mengulang kembali masa-masa yang pernah saya jalani sebelumnya namun dalam suasana yang berbeda. Awalnya memang berat saya melangkahkan kaki, tapi memang inilah yang harus saya jalani sekarang dengan kondisi yang jauh bahkan sangat jauh dari sebelumnya dan lagi-lagi saya harus bisa menerima kenyataan bahwa kemarin itu hanya "selingan" hidup yang harus saya lewati. Sejauh ini, saya memang masih belum merasa sreg dengan hidup saya yang baru ini, akan tetapi sedikit demi sedikit saya merasakan bahwa inilah hidup saya yang sesungguhnya. Saya merasa kembali menemukan sesuatu yang pernah hilang, sesuatu yang seharusnya dari dulu saya dapatkan.
2 tahun yang pernah saya lewati di Jakarta memang memberi begitu banyak pelajaran tentang hidup, bagaimana saya harus bertahan dan melewati segala hiruk-pikuk Ibu Kota. Terlalu sulit ketika saya harus benar-benar memutuskan saya harus meninggalkan Ibu Kota, hingga pada akhirnya saya sampai pada keputusan yang bulat. Saya ingat akan sebuah pesan yang disampaikan seorang Guru kepada saya jika seringkali Tuhan memberi apa yang kita butuhkan, bukan apa yang kita inginkan. Hal itulah yang sedikit banyak membuka mata hati saya dan berpikir bahwa dua tahun itu mungkin suatu hal yang Tuhan berikan karena saya membutuhkannya meskipun dengan waktu dan cara yang singkat.