Sebagai Umat Hindu, tentu saja kita sering
mendengar istilah “Tat Twam Asi”. Secara etimologi, Tat Twam Asi berasal dari
bahasa Sanskerta yang terdiri dari tiga kata, yakni Tat, Twam, dan Asi. “Tat” merupakan kata penunjuk, “itu”. “Twam” artinya “engkau”, dan “Asi” mempunyai arti “adalah”. Dengan
demikian, Tat Twam Asi dapat diartikan sebagai itu adalah engkau, atau sering
disebut juga sebagai aku adalah engkau.
Konsep Tat Twam Asi sendiri tersurat
dalam Chandogya Upanisad, yang mana mengisahkan bahwa ada seorang anak bernama
Svetaketu yang merupakan murid sekaligus putra dari Uddalaka yang merasa
sombong dan menganggap dirinya paling hebat karena telah membaca Veda dan
merasa telah mengenal Tuhan. Pada
akhirnya, Svetaketu disadarkan oleh ayahnya bahwa realitas tersebut tunggal
adanya dan tidak terpecah-pecah. Begitu pula dengan manusia dan alam yang juga
merupakan satu kesatuan dengan Tuhan.
Tat Twam Asi merupakan intisari dari
ajaran Upanisad yang menjelaskan bahwa
manusia bukanlah suatu entitas yang terpisah dengan Tuhan dan alam semesta,
namun merupakan satu kesatuan. Hal ini sangatlah jelas karena antara Brahman
(Paramātman) dan Atman perseorangan (Jivātman) sesungguhnya sama. Seperti yang
kita ketahui bahwa Atman merupakan percikan dari Brahman yang juga mempunyai
unsur serta kualitas yang sama dengan Brahman, hanya saja ada yang membedakan,
yakni ketika Atman tersebut lahir ke dunia karena Atman yang telah lahir ke
dunia telah diliputi oleh Guna (Sattwam, Rajas, Tamas) dan terpengaruh oleh
maya.
Frasa Tat Twam Asi seolah menjadi
pengingat bagi kita bahwa setiap makhluk hidup boleh berbeda-beda, namun jiwa
yang menghuni di dalamnya adalah sama, yaitu atman. Dari konsep ini, dapat
disimpulkan bahwa hendaknya kita sebagai manusia harus saling menghormati. Tak
hanya sesama manusia, akan tetapi juga
alam semesta. Dengan demikian, kita akan dapat memahami akan hakikat Realitas
yang Tunggal, yakni Brahman.